Jumat, 18 Mei 2012

[Koran-Digital] Subagyo: Menuju Televisi Digital

  
Menuju Televisi Digital
Subagyo Perekayasa di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)

Banyak negara telah memanfaatkan perkembangan teknologi digital karena memberikan kemungkinan lebih baik dan luas, terutama konvergensinya yang dimanfaatkan untuk keperluan lain."

RENCANA migrasi dari televisi analog ke televisi digital seperti yang dicanangkan dalam peta jalan (roadmap) yang telah dikeluarkan Kementerian Komunikasi dan Informatika nyaris tak terdengar di masyarakat. Fakta tersebut juga didukung data hasil survei Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Tahun 2010 di empat daerah, yaitu di Jawa Timur (Sidokare), Jawa Tengah (Imogiri), Jawa Barat (Andir), dan Bali (Paguyangan).

Sebanyak 82% masyarakat di empat wilayah tersebut belum pernah mengetahui bahwa saat ini tengah berlangsung proses migrasi menuju TV digital (Survei 2010: Difusi Teknologi Penyiaran TV Digital Pendukung Program Migrasi Analog ke Digital). Survei ini juga menya rankan perlunya suatu kegiatan induksi atau sosialisasi agar--paling tidak-masyarakat paham tentang rencana pemerintah mengenai perpindahan penggunaan televisi analog ke televisi digital dan dapat melakukan persiapan-persiapan seperlunya.

Survei ini juga merekomendasikan media televisi dan internet untuk digunakan sebagai medium pengenalan karena dianggap sebagai media paling tepat untuk memperkuat sosialisasi migrasi televisi analog ke televisi digital. Di samping itu, beberapa hasil survei lainnya menyebutkan perlunya memberi keringanan harga set top box (STB), terutama bagi masyarakat yang memiliki penghasilan kecil. Sebagaimana diketahui, migrasi dari televisi analog ke televisi digital membutuhkan alat tambahan yang disebut set top box, yaitu suatu alat yang dapat mengubah siaran televisi digital sehingga dapat diterima dan dilihat dalam televisi analog.

Tanpa bantuan alat itu, siaran digital tidak akan dapat dinikmati melalui televisi analog (lama) yang umumnya dimiliki masyarakat. Seandainya tidak ada STB, program migrasi dapat menimbulkan problem sosial mengingat sebagian besar masyarakat belum memiliki televisi digital dan menjadikan televisi sebagai alat hiburan satu-satunya yang diperoleh se

cara gratis. Tanpa STB, televisi analog yang dimiliki masyarakat tidak dapat berfungsi.

Artinya, masyarakat akan kehilangan sarana hiburan gratis satu-satunya.

Mengingat jumlah penduduk Indonesia strata menengah ke bawah jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan golongan menengah ke atas, hal ini perlu mendapat perhatian saksama.

Hasil survei yang sama juga menunjukkan kelompok masyarakat menengah ke bawah keberatan secara fi nansial untuk membeli STB. Supaya acaraacara dalam program televisi digital bisa dinikmati masyarakat kurang mampu, perlu siasat untuk mengatasinya. Misalnya dengan memberikan subsidi harga STB untuk kelompok masyarakat kurang mampu. Usulan lain, misalnya, pemerintah menentukan batas atas harga STB produksi dalam negeri.

Hal lain yang perlu dicatat ialah peta jalan tidak sesuai dengan rencana semula. Survei juga merekomendasikan perlunya dibentuk suatu tim pengawas atau monitoring untuk menegakkan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab setiap pemangku kepentingan agar menjalankan komitmen sesuai dengan rencana dan

rangkaian peta jalan sehingga dapat diikuti dengan baik.

Beberapa pertanyaan lain sehubungan dengan rencana migrasi dari televisi analog ke televisi digital yang masih perlu dijawab ialah tentang set top box sebagai medium yang dapat menjembatani masyarakat-terutama kalangan menengah ke bawah--dalam menerima siaran televisi digital. STB akan dapat meminimalkan kemung

kinan terjadinya problem sosial, sebab masyarakat yang berada pada strata itu masih dapat menggunakan televisi lama mereka dengan bantuan STB tersebut. Oleh karena itu, keterjangkauan harga STB menjadi penting.

Hasil lainnya dalam survei tersebut menunjukkan rendahnya kepuasan masyarakat tentang konten pendidikan saat ini. Oleh karena itu, perlu adanya pihak yang lebih intensif memantau konten pertelevisian dan efeknya terhadap kehidupan sosial masyarakat.
Memang sudah ada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Akan tetapi, peran dan fungsi mereka perlu lebih diintensifkan. Apalagi pada waktu migrasi sudah berjalan, jumlah dan jenis konten yang akan disiarkan di era TV digital tentunya akan lebih banyak dan bervariasi.

Problem teknis dan geografis juga masih akan menjadi masalah sejauh kekuatan sinyal digital belum dapat menjangkau seluruh wilayah abu-abu (blank spot). Penggunaan televisi digital tidak serta-merta mampu menjangkau seluruh wilayah dengan sama baik dan kuat. Pemanfaatan antena yang bagus masih tetap diperlukan.
Program migrasi Migrasi dari televisi analog ke televisi digital merupakan program penting pemerintah yang dilaksanakan dalam rangka memperluas dan menampung perkembangan teknologi siaran.
Itu juga bagian dari yang berkembang mengikuti perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Banyak negara telah memanfaatkan perkembangan teknologi digital karena memberikan kemungkinan lebih baik dan luas, terutama konvergensinya yang dimanfaatkan untuk keperluan lain. Selain itu, secara teknis program televisi digital menjanjikan kemungkinan makin banyaknya pertumbuhan ekonomi karena makin banyaknya stasiun siaran yang dapat tumbuh dan beroperasi serta perusahaan-perusahaan ikutan lainnya.

Negara-negara yang belum menyesuaikan diri dengan teknologi televisi digital seakan dipaksa untuk segera beralih ke teknologi tersebut. Bila tidak melakukan migrasi, keterbatasan peralatan substitusi dari teknologi yang masih dipergunakan akan semakin sulit diperoleh. Tak hanya itu, sebagaimana dapat kita baca melalui banyak referensi, penggunaan televisi digital menjanjikan banyak perbaikan secara teknis dan makin dapat memenuhi kepuasan menonton para pemirsanya. Alasanalasan itulah yang antara lain membuat banyak negara kemudian memprogramkan diri untuk masuk dan beralih/bermigrasi ke televisi digital.
Peran media massa televisi Salah satu peran media yang sangat penting ialah peran agenda setting. Istilah agenda setting pertama kali digunakan dalam studi Maxwell E McCombs dan Donald L Shaw yang diterbitkan pada 1972 untuk keperluan penelitian di Chapel Hill, North Carolina, Amerika Serikat, tentang pemilihan umum.

Dalam pengertian ini, media massa seperti koran, radio, dan televisi seakan berebut untuk menyajikan fakta yang mereka anggap paling penting pada saat itu kepada para pembaca, pendengar, ataupun pemirsanya. Media massa berusaha untuk menyajikan agenda paling aktual bagi masyarakat.

Yasraf Amir Piliang, dalam artikelnya yang berjudul ‘Media dan Masa Depan Negara Bangsa, Agenda Budaya Menuju Masyarakat 2025’ (Jurnal Dinamika Masyarakat, Vol IV, 3 November 2005), mengatakan media dapat memengaruhi opini, pandangan, dan persepsi seseorang; dapat memengaruhi tingkah laku dan tindakan se seorang; bahkan dapat ‘mengendalikan’ hidup seseorang.

D e n g a n d e m i k i a n , ke beradaan media massa sebenarnya tidak hidup dalam ruang kosong, tetapi tidak dapat dilepaskan dari individu dan masyarakat media itu berada.

Antara media massa dan masyarakat terjadi aksi saling memengaruhi dan mengubah sehingga di antara mereka terjadi dinamika yang terus berkembang. Relasi tersebut makin lama makin menimbulkan problem dan dinamika masyarakat, terutama dengan makin mengglobalnya peran media massa

http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/05/19/ArticleHtmls/Menuju-Televisi-Digital-19052012025003.shtml?Mode=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.