Selasa, 15 Mei 2012

[Koran-Digital] Tekanan Darah Tinggi Pengundang Komplikasi

Satu dari tiga penduduk dewasa Indonesia mengidap hipertensi. Sebagian besar kasusnya tidak bergejala. Selain menimbulkan stroke, hipertensi juga bisa menyebabkan komplikasi penyakit jantung, ginjal, disfungsi ereksi, dan kebutaan."

Santoso Karo Karo Spesialis jantung dan pembuluh darah

BEBERAPA waktu lalu, Herry, 45, tiba-tiba jatuh tersungkur ketika berjalan keluar dari ru ang kerjanya. Dengan dibantu beberapa rekan kerjanya, ia dibawa ke rumah sakit terdekat.

Di rumah sakit, tim medis segera melakukan pertolongan kegawatdaruratan. Berdasarkan hasil pemeriksaan, Herry terkena stroke ringan. Untung saja dia cepat mendapat pertolongan medis sehingga tidak berlanjut fatal.

Namun, dokter mengingatkan bahwa serangan itu bisa saja datang lagi di kemudian hari. Karena itulah, ia mewanti-wanti Herry menjaga kondisi kesehatannya. Dokter menekankan agar Herry mengontrol tekanan darahnya. Sebab saat diperiksa, tekanan darah Herry mencapai 180/100 mmHg.
Menurut dokter, bisa jadi tekanan darah yang tinggi itulah yang menyebabkan Herry terserang stroke.

Bagi sebagian besar masyarakat, istilah tekanan darah tinggi atau hipertensi tentu sudah tidak asing lagi. Namun, tidak semua yang akrab dengan istilah itu memahami bahwa hipertensi bisa menimbulkan komplikasi penyakit berbahaya termasuk stroke seperti yang menimpa Herry.

“Selain menimbulkan stroke, hipertensi juga bisa menyebabkan komplikasi penyakit jantung, ginjal, disfungsi ereksi, dan kebutaan karena kerusakan retina mata,“ jelas dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari RS Jantung Harapan Kita Santoso Karo Karo di Jakarta, baru-baru ini. Seseorang dikatakan hipertensi bila tekanan darahnya 140/90 mmHg atau lebih. Prevalensi hi pertensi di Indonesia cukup tinggi.
Menurut data Riset Ke s e h a t a n D a s a r 2007, penduduk dewasa yang terkena hipertensi mencapai 31,7%. Dari jumlah itu, hanya 7,2% yang tu, hanya 7,2% yang mengetahui dirinya kena hipertensi dan hanya 0,4% yang minum obat.

Hal itu, menurut Santoso, tidak epas dari sifat hipertensi yang jarang menimbulkan gejala sehingga keberadaannya tidak terdeteksi.

Hal senada juga diungkapkan Sekretaris Eksekutif Perhimpunan Hipertensi Indonesia Bambang Hartono. “Hipertensi dapat dikatakan sebagai silent killer. Sebagian besar orang tidak merasakan apa pun, meski tekanan darahnya sudah jauh di atas normal.

Hal itu dapat berlangsung bertahun tahun sampai akhirnya dia terkena penyakit jantung, stroke, atau ginjal,“ jelas Bambang.

Bagaimana komplikasi itu terjadi?
Menurut Bambang, tekanan darah yang terus meningkat dalam jangka panjang mengganggu fungsi endotel, yaitu sel-sel pelapis dinding dalam pem buluh darah. Gang buluh darah. Gang guan fungsi endotel i t u m e ny e b a b k a n terbentuknya kerak atau plak di dinding pembuluh darah yang mempersem pit liang pembuluh darah. Pada keadaan tertentu, plak di pem buluh darah dapat retak dan serpihan serpihan yang ter yumbat aliran darah. lepas dapat menyumbat aliran darah.

Jika pembuluh darah yang tersumbat ialah arteri koroner, timbullah serang an jantung. Bila yang tersumbat pem buluh darah otak, timbullah stroke.

Di lain hal, kerusakan ginjal terjadi karena penyempitan pembuluh darah oleh plak membatasi jumlah darah yang mengalir di dalamnya, membuat ginjal tidak mendapat nutrisi yang cu kup dalam jangka panjang.

“Sebaliknya, ginjal yang rusak merangsang produksi hormon renin yang memicu peningkatan tekanan darah.
Hal itu memperparah hipertensi.“

Redam emosi Mengingat hipertensi umumnya tidak bergejala, pemeriksaan tekanan darah secara berkala penting dilakukan untuk mendeteksinya.Bila diketahui tekanan darah sudah termasuk kategori hipertensi, penanganan perlu segera dilakukan.

“Ada dua tindakan yang harus segera dilakukan. Pertama minum obat dengan pengawasan dokter, kedua mengubah gaya hidup,“ jelas Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Prof Suhardjono.

Terkait gaya hidup, yang menyebabkan tekanan darah naik ialah denyut jantung yang cepat. Pada keadaan tertentu, misalnya marah, saraf simpatis terangsang sehingga jantung lebih cepat berdenyut dan tekanan darah meningkat. “Jadi melatih diri agar tidak cepat terbawa emosi menjadi bagian dari pengendalian hipertensi.“

Gaya hidup lainnya yang perlu dilakukan ialah hindari rokok, alkohol, perbanyak konsumsi sayur dan buah, kurangi konsumsi garam, normalkan berat badan, dan olahraga teratur. (*/H-1)

http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/05/16/ArticleHtmls/Tekanan-Darah-Tinggi-Pengundang-Komplikasi-16052012014016.shtml?Mode=1

Kendalikan dengan Olahraga

SEJAK 2000 tahun silam fi lsuf Yunani Kuno Hippocrates dan Galen menyatakan penyakit lebih mudah menjangkiti orang yang kurang bergerak. Ilmuwan Inggris Profesor Jeremy N Morris pun pada 1949 membuktikan pengaruh intensitas kerja fi sik terhadap insiden penyakit jantung koroner.

Hasil penelitian yang dilakukan Morris dan koleganya mendapati kondektur bus bertingkat di London yang mondar-mandir dan naik turun tangga bus lebih jarang menderita penyakit jantung jika dibandingkan dengan sang pengemudi.

“Terkait dengan hipertensi, aktivitas fi sik berperan penting dalam pegendalian tekanan darah. Mereka yang malas menggerakkan tubuh berisiko hipertensi 30%-50% lebih tinggi daripada mereka yang lebih aktif,” ujar spesialis jantung dan pembuluh darah A Fauzi Yahya dari Perhimpunan hipertensi Indonesia.

Aktivitas fi sik memiliki efek penurunan tekanan darah segera dan jangka panjang. Diketahui, terdapat penurunan tekanan darah sebesar 5 mmHg-7 mmHg segera setelah aktivitas fi sik intensitas sedang dilakukan. Penurunan itu bertahan hingga 22 jam.

“Pada mereka yang rajin beraktivitas fi sik respons penurunan tekanan darah itu akan bertahan lebih lama,” tambah Fauzi.

Manfaat aktivitas fi sik antara lain memperbaiki fungsi sel-sel pelapis dinding dalam pembuluh darah (sel-sel endotel) sehingga pembuluh darah menjadi lebih lentur dan sel-sel darah tidak mudah lengket satu sama lain. Pada mereka yang terbiasa hidup aktif, sel-sel endotel itu terus terstimulasi memproduksi nitrit oksida sehingga otot-otot polos pembuluh darah lebih mudah mengembang dan liang pembuluh darah jadi lebih lebar.

Kriteria FITT Untuk sehat dan memiliki tekanan darah ideal, menurut Fauzi, seseorang tidak perlu berolahraga seperti atlet. “Cukup penuhi kriteria FITT, yaitu frekuensi, intensitas, tempo, dan tipe aktivitas,“ kata Fauzi.

Frekuensi aktivitas fisik yang dianjurkan ialah 3-5 kali seminggu. Adapun intensitas latihan fisik akan efektif jika dilakukan dalam kadar sedang. Latihan disebut berintensitas sedang apabila laju denyut jantung saat berlatih dalam zona 60%-80% dari denyut nadi maksimal (DNM). Cara menghitung DNM ialah 220 minus usia. Jadi bila usianya 50 tahun, perhitungan ialah 220 50 = 170 kali/menit. Kisaran nadi latihan ialah 102-136 kali/menit.

Namun bila kesulitan menghitung nadi, Anda dapat menggunakan tes bicara (talk test). Intensitas digolongkan ringan bila saat joging seseorang dapat berbicara dengan lancar. Namun jika seseorang harus menarik napas pada setiap kata yang diucapkan, aktivitas fisik sudah berada pada intensitas berat. “Intensitas terhitung sedang bila seseorang masih bisa berkata-kata tanpa harus terengahengah,“ jelas Fauzi.

Tempo berolahraga paling tidak selama 30 menit atau 10 menit setiap sesi hingga mencapai 30 menit per hari.
Tipe aktivitas fisik yang utama ialah aerobik seperti berjalan, berlari, bersepeda, dan berenang. Itu pun disertai tambahan aktivitas jenis kalistenik untuk melenturkan otot seperti memutar lengan, membungkuk, sit up dan push up, serta latihan beban ringan. (*/H-3)



http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/05/16/ArticleHtmls/Kendalikan-dengan-Olahraga-16052012014018.shtml?Mode=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.